Beberapa waktu yang lalu, sempat ramai diberitakan 'pertarungan' antara KPK dan petinggi Polri. 'Pertarungan' berlangsung panas, dimana saat ini KPK berada bak di ujung tanduk. Para petinggi KPK diguncang dengan isu lama yang akhirnya memaksa mereka berbesar hati untuk non-aktif dari tugasnya. Jika begini terus, entah bagaimana masa depan KPK, komisi yang sedari awal berdiri menjadi harapan rakyat untuk memberangus tindak pidana korupsi.
Keresahan atas 'pertarungan' yang berlarut-larut dan semakin 'berbahaya' ini, mungkin menjadi salah satu alasan bagi salah satu Keluarga Mahasiswa untuk menyatakan sikapnya. Berbekal dengan kajian dan beraksi turun ke jalan, mereka mencoba sampaikan pesan pada penyelenggara negara.
Ada yang menarik hati saya dalam pernyataan sikap mereka. Terlepas dari 'pertarungan' KPK, saya justru tertarik pada satu dari empat poin sikap yang mereka suarakan. Satu poin ini menyinggung moral pribadi, bukan soal KPK-Polri. Poin yang menyebutkan bahwa mereka menolak tindak korupsi. Saya mengerutkan dahi. Pernyataan dalam poin ini menimbulkan tanya:
Apakah mereka yakin mereka menolak tindak korupsi?
Apakah mereka yakin pada pemahaman mereka soal korupsi?
Apakah mereka sudah tahu apa saja tindak korupsi?
Pengetahuan mereka soal korupsi perlu dipertanyakan sebelum mengikuti apa yang mereka suarakan. Jika bagi mereka tindak korupsi adalah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh aparatur negara, mereka salah! Tindak korupsi dapat dilakukan oleh anak kecil, meski hanya di tingkat keluarganya. Seorang mahasiswa pun bisa jadi lekat dengan tindak korupsi, meski yang ia lakukan hanyalah menitip absen sana-sini. Kedua contoh itu menggambarkan bahwa tindak korupsi secara umum bersifat normatif. Tak ada hukum pidana yang dapat menjerat mereka selain sanksi moral*.
Mereka pun harus mencermati diri, apakah mereka benar-benar menolak korupsi? Pernyataan yang mereka buat tidak hanya mewakili diri mereka tapi juga satu Keluarga Mahasiswa. Abaikan sejenak perilaku titip absen dan mbacem, tengoklah ormawanya yang notabene mewakili mahasiswa di Keluarga Mahasiswa. Apakah mereka benar-benar menolak korupsi?
Beberapa tahun yang lalu, ada temuan terkait praktik manipulasi pelaporan penggunaan dana hibah yang menurut saya menjadi cikal bakal bibit korupsi di masa yang akan datang. Uniknya, praktik tersebut justru dilakukan secara luas. Tak hanya mahasiswa secara individu di kompetisi kreatifitas, tapi juga secara kelompok di ormawa. Rupanya, ada budaya yang entah bagaimana menjadi tradisi tak tertulis turun-temurun.
Makan waktu beberapa tahun untuk menyadari dan mencoba menyadarkan salah satu ormawa terkait eksistensi tindak korupsi tersebut. Upaya demi upaya dilancarkan untuk menghapus tradisi yang memanjakan anggotanya. Untungnya, banyak yang juga resah atas tradisi turun-temurun ini. Sehingga, upaya tersebut dipatuhi bersama. Di saat upaya tersebut membuahkan hasil yang luar biasa, nyatanya ormawa yang lebih tinggi memiliki situasi yang tidak lebih baik. Bahkan ada selentingan bahwa salah satu petinggi 'menghalalkan' praktik korup tersebut. Di situ saya merasa sedih.
Selama ormawa yang menjadi roda penggerak Keluarga Mahasiswa masih menjalankan praktik korup tersebut, empat poin pernyataan yang mereka suarakan tidak valid. Mereka melakukan pembohongan publik jika ternyata ajakan yang mereka teriakkan, tidak mereka lakukan.
Semoga saja segala yang mereka nyatakan, mereka jalankan.
*Hukum pidana mengancam mereka yang tercantum dalam UU 31/1999 Bab I Pasal 1, jika ada di luar itu, termasuk kasus khusus.
awas ger, pasukan nasi bungkus keputih
BalasHapusSemoga saja korupsi tak lagi merajalale./.. semoga kelak indonesia terbebas dari belenggu korupsi.. semoga
BalasHapus